BELIATN: Pengobatan Tradisional Suku Dayak Tunjung Benuaq

Upacara Pengobatan Dayak Tunjung Benuaq

Belian atau beliatn adalah sebutan wadian dalam bahasa Benuaq dan Tunjung.  Belian bawo adalah salah satu upacara pengobatan yang biasa dilaksanakan oleh Dayak Benuaq dan Tunjung. Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit dan mengobati orang sakit.  Fungsi Belian Bawo untuk menyelidiki apa yang menyebabkan penyakit itu, dan menyembuhkan orang sakit. Jika penyakit disebabkan karena marahnya makhluk halus, penyembuhannya dengan cara meminta maaf kepada makhluk tersebut dengan mempersembahkan sesaji dan melakukan ritual pemujaan.   
Disebut sebagai belian bawo karena dalam ritualnya belian itu menggunakan bahasa bawo sebagai bahasa pengantarnya. Pemeliatn atau beliannya bisa laki-laki bisa juga perempuan. Belian bawo dicirikan dengan penggunaan sepasang selang perunggu yang disebut  Ketakng, Dan memakai ikat kepala yang disebut  Lawukng.           
Seorang pemeliatn pria tidak mengenakan baju melainkan memakai sejenis untaian yang terdiri dari rangkaian berbagai jenis kayu obat-obatan dan taring binatang. Untaian kalung itu disebut Samakng Sawit  dan dipakai dengan menyelempangkan dari bahu kiri-kanan ke bawah rusuk kanan kiri.
Belian akan mengenakan sejenis rok panjang hingga menutupi mata kaki. Rok atau kun itu direnda dengan motif tertentu yang disebut sebagai Ulap Bawo. Bagian pinggang akan dililit juga dengan kain ulap bawo yang disebut sempilit. Kemudian diatas sempilit akan dipasang ikat pinggang khusus yang disebut babat.
Dalam melakukan upacara adat belian bawo rangkaian kegiatannya biasanya akan terdiri dari ritual berikut ini :
  • Momaaq  : Merupakan proses untuk mengawali setiap upacara belian bawo. Tujuannya adalah untuk menjelajahi negeri para dewa dan mengundang mereka untuk membantu usaha pengobatan.  Momaaq diawali dengan meniup sipukng/baluluq sebanyak tiga kali. Suara sipukng berperan untuk memberi undangan sekaligus merupakan kode untuk penabuhan gendang yang pertama kali atau nitik tuukng.
Setelah gendang ditabuh, pemiiatn akan menaburkan beras yang berada dalam genggaman sebagai tanda pelepasan utusan yang akan menjemput para dewa yang diundang.  Saat melakukan ini pemeliatn duduk bersila menghadap awir. Awir adalah daun pinang beserta dahannya yang telah dibuang lidinya dan digantung bersama lembaran kain panjang yang menjuntai hingga menyentuh tikar pada bagian ujung. Awir berfungsi sebagai jalan atau tangga bagi para dewa untuk naik dan turun.
  • Jakaat : Setelah para utusan tiba di negeri para dewa, pemeliatn akan berdiri dan kemudian berjalan mengitari awir. Ini merupakan pertanda bahwa para dewa mulai bergerak turun untuk memenuhi undangan. Setelah para desa tiba dalam rumah atau tempat upacara, pemeliatn akan mulai menari untuk melakonkan gerak gerik dari masing-masing dewa yang hadir.
  • Penik Nyituk    : Setelah para dewa mendapat giliran menampilkan kebolehan dalam menari, mereka akan duduk dan kemudian menanyakan alasan mengapa mereka dipanggil datang. Tuan rumah atau yang punya hajat akan menjawab berdasarkan masalah yang sedang mereka hadapi.
  • Ngawat : Pemeliatn akan mulai berdiri, mereka mewakili para dewa yang hadir untuk mulai melakukan perawatan terhadap orang sakit dengan menggunakan sololo. Perawatan akan berpuncak di depan pintu, pemeliatn akan mewakili para desa yang mempunyai kemampuan nyegok (menyedot) penyakit dan kemudian memberikan penyapuh atau semacam obat untuk menyembuhkan penyakit.
Selama pemeliatn melakukan perawatan, gendang akan ditabuh dengan irama cepat atau irama sencerep dan kupuk tuatn. Akhir perawatan akan diselesaikan dengan Ngasi Ngado dan Nelolo-Nyelolani yang dimaksudkan untuk  menciptakan kondisi sejuk dan nyaman serta bebas dari cengkraman penyakit . Ketika perawatan berakhir, irama dan lagu gendang akan berubah dengan semakin diperlambat atau disebut dengan irama  Meramutn dan beputukng .     
  • Tangai : Ini merupakan tahap dimana pemeliatn mempersilahkan para dewa kembali ke tempat masing-masing. Namun terlebih dahulu akan disajikan hidangan alakadarnya. Jenis hidangan akan disesuaikan dengan tingkat acara yang diselenggarakan.
  • Engkes Juus : Adalah memasukkan roh dan jiwa ke tempat yang seharusnya yaitu pada badan dari yang empunya jiwa itu sendiri.
  • Bejariiq  : Orang sakit setelah upacara harus melakukan pantangan. Selama berpantang dia tidak diperbolehkan keluar rumah dan memakan makanan terlarang seperti terong asa, rebung dan daging dari semua jenis hewan melata.
Kediaman juga harus dijaga tetap sepi, tidak boleh menerima tamu. Hal ini ditandai dengan penancapan dahan dan daun kayu hidup disamping pintu masuk rumah bagian luar. Melanggar pantangan ini akan membuat penyakit datang kembali.  Dengan berakhirnya masa jariiq ini maka seluruh rangkaian upacara balian bawo akan berakhir.
Sementara itu tingkatan penyelenggaraan belian bawo oleh keluarga atau masyarakat dibedakan berdasarkan berat ringannya masalah dan keadaan ekonomi dari yang menyelenggarakannya. Tingkatan dari belian bawo adalah :

  1. Ngejakat adalah pelaksanaan belian bawo selama satu hari. Dalam upacara ini tidak mengurbankan binatang dan tak berlaku masa jariiq.
  2. Bekawat Encaak adalah pelaksanaan upacara belian bawo dengan lama minimal tiga hari. Dalam upacara ini dikorban hewan berupa babi dan ayam, menggunakan balei di tanah dan menjalani masa jariiq selama maksimal tiga hari.
  3. Makatn Juus adalah pelaksanaan upacara belian bawo dengan lama kamsimal delapan hari. Hewan yang dikurbankan adalah ayam, babi atau kambing. Menggunakan balei di dalam dan halaman rumah. Jumlah pemeliatn delapan orang dan menjalani masa jariiq maksimal empat hari.
  4. Nyolukng Samat adalah pelaksanaan belian bawo dengan lama maksimal delapan hari. Hewan yang dikurbankan adalah ayam, babi, kambing dan kerbau sesuai janji waktu nyamat. Jumlah pawang belian minimal delapan orang dan menggunakan balei di dalam serta diluar rumah. Masa jariiq minimal empat hari.           

Comments

Popular posts from this blog

Lirik Lagu "Aku Menyanyi"